19 Desember, 2019

Biografi KH. Achmad Abdul Hamid


Biografi KH. Achmad Abdul Hamid


Nama lengkapnya adalah KH. Achmad Abdul Hamid bin KH. Abdul Hamid Al Qendali. Lahir di kota Kendal (25 km sebelah barat Semarang tahun 1915 M). Ahmad kecil mau tak mau berada di tengah-tengah keluarga yang sangat agamis. Ayahnya, KH. Abdul Hamid adalah kiai besar di jawa tengah waktu itu, yang namanya kesohor di mana-mana terutama di kalangan pesantren. Ini karena kiai Abdul Hamid juga berhasil menyusun berbagai kitab berbahasa Arab, suatu bakat yang di kemudian hari akan di wariskan kepada putranya, Ahmad.

Di sekitar tahun kelahiran Ahmad, bangsa Indonesia sedang gandrung-gandrungnya membentuk kelompok atau organisasi, baik yang bersifat keagamaan, sosial, ekonomi maupun politik. pada tahun 1912 misalnya, lahir organisasi Muhammadiyah. Kemudian pada tahun 1918, lahir Nahdlotul Tujjar, yang konon merupakan cikal bakal organisasi NU. Berturut-turut di tahun 1920-an, bermunculan organisasi atau pergerakan, berubahnya SDI (Sarekat Dagang Islam) menjadi SI (Sarekat Islam), lahirnya NU dan peristiwa sumpah pemuda yang terkenal itu.

Latar belakang sejarah itu, kemudian membentuk pribadi Ahmad sebagai seorang aktifis organisasi seejak usia remaja. Apalagi orang tuanya selalu mendorong dia untuk menempa diri dan berkiprah di organisasi. Tak aneh kalau munculnya GP Ansor di daerahnya misalnya, tidak terlepas dari jasa Ahmad muda waktu itu.

Sebagai putra seorang kiai yang sangat membenci penjajah Belanda, Ahmad masuk di Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum Kendal. Setelah itu, berbagai pondok pesantren ia geluti. Pertama di pondok pesantren Rembang pimpinan KH. Kholil bin KH. Harun selama dua tahun, kemudian di pondok pesantren Tebu Ireng Jombang, yang pada waktu itu masih di pimpin langsung oleh Hadrotus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, di pesantren Jamsaren Solo periode KH. Idris dan di pesantren Buntet Cirebon di bawah asuhan KH. Abbas. Bahkan ia sempat belajar di tanah suci Makkah selama dua tahun, yakni ketika naik haji yang kedua kalinya. Di Makkah, pada malam hari mengaji dan siang hari mengajar di Madrasah Indonesia yang di pimpin KH. Abdul Jalil Al Muqaddasi.

Dalam mengarungi hidup, Ahmad bin Abdul Hamid merasa telah memenuhi pesan orang tuanya, bahkan panggilan jiwanya untuk mengabdikan diri sepenuhnya dalam agama. Hampir seluruh daerah di Jawa Tengah pernah di jangkaunya. Rakyat biasa, kalangan pemerintah baik sipil maupun ABRI, dapat di pastikan mengenal tokoh yang kemudian terkenal sebagai ulama’ yang bisa ngemong semua pihak ini.

Hidup secara sederhana, KH. Abdul Hamid tidak pernah melepas waktunya begitu saja. Selain sebagai imam besar masjid Kendal, ia juga mengasuh pondok pesantren “Al Hidayah” yang letaknya sekitar 400 m dari rumahnya. Kini Al Hidayah telah berkembang menjadi suatu lembaga pendidikan yang memiliki Madrasah Diniyyah, Tsanawiyah, Aliyah, SMP dan SMA.

Beliau juga yang mendirikan “Sarasehan Anjangsih”, pengajian bulanan untuk para pejabat di Kabupaten Kendal. Belum lagi pengajian di masyarakat yang jumlahnya tidak terbilang. Dia ba’da Shubuh hari Jum’at misalnya, membaca kitab “Risalatul Muawanah” untuk kalangan tua di masjid besar Kendal. Bahkan ketika usianya memasuki 75 tahun, tiap Ahad pagi setelah melakukan senam jantung, kiai Ahmad bertolak ke Semarang untuk memberikan pengajian yang ia dirikan pada tahun 1939 M.

Di tengah-tengah kesibukannya membimbing umat, kiai Ahmad ternyata juga seorang penulis yang sangat produktif. Bakat menulis yang di warisi sang ayah itu, telah membuahkan hasil sekitar 25 judul kitab yang kebanyakan di tulis dalam bahasa Jawa Arab Pegon, meliputi bidangakidah, sejarah Islam, syari’ah, ke-NU-an, ataupun tuntunan-tuntunan dakwah. Kitab-kitabnya yang mendapat sambutan hangat di kalangan kaum muslimin, kadang di beri sambutan oleh pejabat-pejabat tinggi negara, seperti Gubernur Jateng, Pangdam Diponegoro, Mentri Agama, bahkan Jaksa Agung, suatu bukti betapa KH. Abdul Hamid mempunyai hubungan dekat dengan para pejabat pemerintah (umara’).

Dakwah

Nahdlatul Ulama

Kiprahnya di lingkungan NU dimulai dari tingkat daerah sampai PBNU.Beberapa posisi penting di NU yang pernah didudukinya adalah Rais Syuriyah PCNU Kendal, Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah (dengan Katib KH. Sahal Mahfudh), dan terakhir sebagai Mustasyar PBNU. Sejak tahun 1930-an, Kiai Achmad Abdul Hamid telah terlibat dalam penulisan dan penerbitan majalah Berita

Karya tulis

Kecintaannya terhadap dunia tulis menulis juga ditunjukkannya dengan menulis dan menerjemahkan kitab-kitab yang kebanyakan ditulis dengan bahasa Jawa dalam tulisan Arab pegon. Lebih dari 20 kitab yang telah ditulisnya, meliputi bidang akidah, sejarah Islam, syariah, ke-NU-an maupun tuntunan dakwah Islam. Salah satu karyanya yang cukup fenomenal adalah terjemahan Qanun Asasi Hadlratus Syeikh Hasyim Asy’ari yang diterjemahkannya atas perintah dari Sekretaris Jenderal PBNU kala itu, KH. Saifudin Zuhri. Terjemahan tersebut telah dimulai oleh KH. Mahfudz Shiddiq tetapi tidak selesai sehingga PBNU meminta Kiai Achmad untuk menyelesaikannya.
Terjemahan itu oleh Kiai Achmad dinamakan Ihyau Amalil Fudlala’ Fi Tarjamati Muqaddimatil Qanunil Asasi li-Jam’iyati Nahdlatil Ulama.

Wafat

Kiai Achmad Abdul Hamid wafat pada 14 Februari 1998 bertepatan dengan 16 Syawal 1418 H.Tercatat, Haul ke-17 KH. Achmad Abdul Hamid Kendal yang dipusatkan di pemakaman umum Grabag, Desa Langenharjo, Kecamatan Kendal Kota dihadiri ribuan orang. Alfatihah

Dikutib dari Buku: "Ulama Besar Indonesia Biografi dan Karyanya"

Karya: Gus Ulul (PP. Al-Itqon Patebon Kendal)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar