19 Desember, 2019

Syekh Ahmad Mutamakkin Kajen Riwayat Hidup dan Keluarga


Syekh Ahmad Mutamakkin Kajen

Riwayat Hidup dan Keluarga

Syeikh Ahmad Mutamakkin di kenal juga dengan nama Mbah Cebolek, beliau adalah seorang faqih yang disegani karena berpandangan jauh dan luas. Sebagai guru besar agama beliau berdakwah dari satu tempat ke tempat yang lain yang beliau anggap tepat sasaran. Melihat penduduk dibeberapa tempat yang berlainan bahasa dan adatnya, dalam memilih daerah-daerah di pantai utara Jawa Syeikh Ahmad Mutamakkin membuat pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu.

Adapun sejarah beliau menurut catatan ahli tarikh, pada masa itu beliau melakukan misi dakwah menuju ke arah Barat, sampai ke Desa Kalipang, suatu daerah yang terletak di Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang. Disana beliau menetap beberapa lama dan sempat mendirikan sebuah Masjid. Kemudian beliau melanjutkan perjalanan sampai ke Cebolek, sebuah Desa di kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati Jawa Tengah, yang waktu itu Cebolek masih bagian dari Kecamatan Juana. Setelah bermukim di Cebolek beberapa lama, beliau kemudian hijrah ke Desa Kajen, sebuah Desa yang terletak disebelah Barat Desa Kajen.

Sebagai guru besar Agama, Syeikh Ahmad Mutamakkin menyebarkan Agama dan membuka lapangan pendidikan Islam untuk mencetak mubaligh dan kader-kader agama yang nantinya akan menyambung tali perjuangan beliau.

Silsilah Beliau

Menurut KH Abdurrahman Wahid, Syeikh Ahmad Mutamakkin berasal dari Persia (Zabul) propinsi Khurasan Iran selatan. Akan tetapi, silsilah yang di percaya masyarakat setempat Ia adalah bangsawan Jawa. Sedangkan menurut catatan sejarah lokal Syeikh Ahmad Mutamakkin dari garis bapak adalah keturunan Raden Patah (Raja Demak) yang berasal dari Sultan Trenggono. Sedangkan, dari garis Ibu keturunan, Syekh Ahmad Mutamakkin dari Sayyid Ali Bejagung Tuban Jawa Timur. Sayyid ini memiliki putra namanya adalah Raden Tanu dan Raden Tanu memiliki seorang putri yang menjadi ibunda Syekh Ahmad Mutamakkin.

Diyakini bahwa Syeikh Ahmad Mutamakkin adalah keturunan Raja Muslim Jawa Jaka Tingkir, cicit Raja Majapahit terahir Brawijaya V. Ayah Syeikh Ahmad Mutamakkin adalahSumahadiwijaya adalah Pangeran Benowo II Raden Sumahadinegara bin Pangeran Benawa I Raden Hadiningrat bin Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya bin ki Ageng Penggingbin Ratu Pambayun binti Prabu Brawijaya V Raja Majapahit terakhir. Ratu Pambayun adalah saudara perempuan Raden patah. Istri Jaka Tingkir adalah putri Sultan Trenggonobin Raden Patah Raja Demak.

Menurut sumber lain, Syeikh Ahmad Mutamakkin masih memiliki garis keturunan langsung dengan Nabi Muhammad SAW. Silsilah Syeikh Ahmad Mutamakkin menunjukkan pertemuannya dengan Nabi melalalui garis ayah:

Syeikh Ahmad Mutamakkin binSumahadinegara binSunan Benawa binAbdurrahman Basyiyan binSayyid Umar Ibnu Sayyid Muhammad binSayyid Ahmad binSayyid Abu Bakar Basyiyan binSayyid Muhammad Asadullah binSayyid Husain at-Turaby binSayyid Ali binSayyid al-Faqih al-Muqaddam binSayyid Aly binSayyid Muhammad Shahib al-Murbath binSayyid Ali Khali Qasyim binSayyid Alwy Ibnu Sayyid Muhammad binSayyid Alwy binImam Ubaidillah binImam Ahmad al-Muhajir ila Allah binImam Isa an-Naqib binImam Muhammad an-Naqib binImam Alwy al-Uraidhi binImam Jakfar al-Shadiq binImam Muhammad al-Baqir binImam Ali Zainal Abidin binSayyidina Husain binFatimah Azzahra bintiSayyidina Muhammad SAW.

Silsilah lain berbeda pada tingkat Sayyid Alwy ke bawah, silsilah ini:

Syeikh Ahmad Mutamakkin binSumahadinegara binSunan Benawa binPutri sultan Trenggono bintiSutan Trenggono binistri Raden Patah bintiMaulana Rahmat binMaulana Ibrahim binJamaluddin Husain binSayyid Ahmad Syah binSayyid Abdullah binSayyid Amir Abd al-Malik binSayyid Alwy dan seterusnya seperti silsilah di atas.

Telah disebutkan bahwa Pangeran Benowo II pada tahun 1617 M melarikan diri ke Giri untuk meminta suaka politik atas serangan Mataram. Di ceritakan juga, adipati Tubanyang menjalin hubungan kekerabatan dengan {{pangeran Benawa II]]. Maka dapat diasumsikan bahwa dari hasil perkawinan itu lahir Sumadiwijaya (nama ningrat al-Mutamakkin) tahun kelahiranya tidak diketahui secara tepat, oleh karena itu, masih di perlukan pelacakan secara cermat tentang peninggalan dan silsilahnya.

Syeikh Ahmad Mutamakkin di lahirkan di Desa Cebolek, 10 Km dari Kota Tuban, Ia kemudian di kenal dengan nama Mbah Mbolek. Nama Al-Mutamakkin sebenarnya adalah gelar yang di peroleh dari rihlah ilmiahnya di timur Tengah. Al-Mutamakkin di ambil dari Bahasa Arab yang artinya orang yang meneguhkan hati atau diyakini akan kesuciannya.

Di Desa Cebolek Tuban, Syeikh Ahmad Mutamakkin menghabiskan usia mudanya. Desa Cebolek di Tuban yang sekarang bernama Desa Winong *). Di sana terdapat peninggalannya berupa masjid Winong. Masjid tersebut tepat berada di tepi sungai. Pelacakan secara mendalam mengalami kesulitan karena masjid sudah di pugar berkali-kali akibat sering terkena banjir besar. Di dalam masjid tersebut terdapat klebut (kayu agak lonjong bulat tempat untuk menjemur kopyah atau peci haji) dan batu kecil mirip seperti asbak. Di depan masjid terdapat sawo kecik yang cukup besar yang di yakini terdapat keris pusaka Syeikh Ahmad Mutamakkin. Desa sunyi senyap dan banyak penyamun ini berkat usaha KH. Mutamakkin berubah menjadi Desa yang penuh damai dan sejahtera.

Riwayat Intelektual Beliau

Di ceritakan pada abad ke 17 hubungan Tuban dan Pati dengan daerah Banten dapat di lihat dari seringnya pelabuhan Tuban dan Juana (Pati) di singgahi para pelayar dari Banten. Kedua pelabuhan itu mempunyai kedudukan penting bagi Mataram dalam distribusi hasil pertanian dari pedalaman. Bahkan, dengan kebijakan Mataram yang membagi empat wilayah daerah pesisir dua pelabuhan tersebut mampu menandingi pelabuhan Semarang dan Jepara. Terlebih lagi ketika Jepara dipandang tidak aman karena sering terjadi pembajakan kapal.

Diduga Sheikh Ahmad Mutamakkin mengawali perjalanan intelektualnya dengan berlayar ke Banten dan di sana beliau bertemu dengan ulama besar Syekh Muhammad Yusup al Makassari yang kemudian beliau melanjutkan ke Negeri Timur Tengah. Dapat juga di duga sebelum sampai ke Banten beliau singgah ke Tegal Jawa Tengah. Hal ini di dasarkan atas makam ayahnya (pangeran Benawa II) yang diyakini terdapat di Tegal. Bahkan, di daerah tersebut terdapat Desa yang bernama Kajen. Sepulang dari Timur Tengah, Syeikh Ahmad Mutamakkin tidak kembali ke Tuban melainkan ke sebuah Desa di Pati bagian utara.

Pendapat dari Keluarga

Sedangkan menurut KH. Maspu’duri salah satu keluarga dekat dari keturunan Syeikh Ahmad Mutamakkin, riwayat intelektual Syeikh Mutamakkin di peroleh pertama dari keluarganya sendiri karena keluarga Syeikh Ahmad Mutamakkin merupakan putra salah satu keluarga ningrat dan keluarga terdidik yaitu putra salah satu Adipati di Tuban yaitu Hadinegoro atau Sumohadiningrat. Namun, sejak kecil Syeikh Ahmad Mutamakkin tidak menyukai gaya hidup Keraton yang gelamor kemudian melakukan pengembaraan ke arah Barat hingga sampai Sarang Rembang dan menetap sementara di Sarang dan mendirikan sebuah masjid, kemudian melanjutkan perjalanan dakwah ke arah Barat dan kemudian singgah di Cebolek.

Setelah menetap di Cebolek sementara, Syeikh Mutamakkin setiap malam setelah melakukan shalat malam atau shalat Tahajud beliau melihat sinar ke arah atas, dan dicarilah sinar itu ke arah Barat hingga ketemu pusat sinar yaitu di kediaman KH Shamsuddin di Desa Kajen Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati Jawa Tengah. Kemudian Syeikh Mutamakkin berbaiat menjadi murid dan santri KH Shamsuddin. Akhirnya Syeikh Mutamakkin menjadi murid KH Shamsuddin, karena kealimannya, kebagusan akhlaqnya dan kecerdasannya, Syeikh Mutamakkin kemudian dijodohkan dan diambil menantu KH. Shamsuddin dengan seorang putrinya bernama Nyai Shalihah.

Setelah menjadi santri KH. Shamsuddin, Syeikh Mutamakkin kemudian melanjutkan perjalanan intelektualnya ke Timur Tengah. Syeikh Mutamakkin belajar di Timur Tengah dalam beberapa lama, salah satu gurunya adalah makamnya ada di Madinah. Makam gurunya Syeikh Mutamakkin ada lubangnya, dan lubangnya selalu mengeluarkan angin yang berbau harum. Namun, karena di sana menganut paham Wahabi sekarang makam guru Syeikh Mutamakkin tersebut sudah tidak terawat dan dibuangin sampah oleh masyarakat Arab.

Sepulang dari Timur Tengah pada abad 18, Syeikh Ahmad Mutamakkin terdampar di Desa Cebolek, tepatnya di wilayah Pati Utara wilayah Kawedanan Tayu. Desa Cebolek merupakan nama yang diberi oleh Syeikh Mutamakkin yang diambil dari kondisinya ketika terhempas dipantai yang di bawa oleh muridnya dari bangsa Jin kemudian dipindahkan ke atas seekor ikan mladang dan jebul-jebul Melek (tiba-tiba terbuka matanya atau terjaga sepulang dari tanah suci Mekah). Dapat pula diasumsikan bahwa beliau terdampar di pantai timur Cebolek karena kapal yang ditumpanginya dibajak oleh pembajak dari Jepara yang pada waktu itu merajalela di laut utara Jawa.

Sepulang dari Timur Tengah pada abad 18, Syeikh Ahmad Mutamakkin terdampar di Desa Cebolek, tepatnya di wilayah Pati Utara wilayah Kawedanan Tayu. Namun, menurut sejarah tradisi lisan yang sekarang masih terpelihara dengan baik, sebenarnya terhempasnya Syeikh Mutamakkin di tengah lautan itu karena Syeikh Mutamakkin dikhianati muridnya yang dari bangsa jin. Menurut cerita KH. Maspu’duri, ketika mau berhaji, Syeikh Mutamakkin memanggil salah seorang muridnya yang dari bangsa jin untuk mengantarkan berhaji ke Mekah. Sewaktu pulang dari Mekah, Syeikh Mutamakkin juga diantarkan muridnya dari bangsa jin, ketika sampai di tengah lautan berpapasan dengan Ratu jin Kafir. Dan Ratu jin kafir itu meminta agar Syeikh Mutamakkin di lepaskan saja oleh muridnya. Kalau tidak mau melepaskan, maka ratu jin kafir itu akan membunuh murid dari jin Syeikh Mutamakkin. Syeikh Mutamakkin kemudian dikhianati oleh muridnya dan ditinggalkan sendirian di tengah lautan, kemudian Syeikh Mutamakkin pasrah kepada Allah dan memejamkan mata, sehingga ditolong oleh ikan Mladang diantarkan ke pinggir pantai dan kemudian Syeikh Mutamakkin membuka matanya (jebul-jebul melek). Maka daerah pantai tempat terhempasnya Syeikh Mutamakkin ini di namakan Cebolek.

Guru Beliau

Guru Syeikh Ahmad Mutamakkin termaktub dalam serat Cebolek adalah Syeikh Zayn dari Yaman. Figur ini juga di kenang oleh masyarakat di sekitar makam Syeikh Sheikh Ahmad Mutamakkin. **) Syeikh Zein a adalah Syekh Muhammad Zayn al Mizjazi al Yamani, seorang tokoh tarikat Naqsabandiyah yang sangat berpengaruh. Meski tahun kehidupan Syeikh Zayn tidak di ketahui pasti, tetapi ayahnya Syekh Muhammad al Baqi al Mizjaji adalah guru Syekh Yusuf al Makassari dan Syekh Abdurrouf As Singkili yang wafat pada tahun 1663 dan putranya Syekh Abdul Khaliq Ibnu Zayn al Mizjaji wafat tahun 1740.

Tidak diketahui secara persis Syeikh Ahmad Mutamakkin berguru kepada Syeikh Muhammad Zayn al-Yamani. Baik serat Cebolek maupun lokal historis masyarakat tidak mengungkapkannya, juga tidak tentang guru-gurunya yang lain. Akan tetapi, kita bisa bercermin pada riwayat historis murid Jawi pendahulunya Syekh Abdul Rauf as Singkili danSyekh Yusuf al Makassari yang menyusuri kawasan Timur dan selatan Arabia termasuk Yaman sebelum sampai ke Haramain (Mekah dan Madinah). Diasumsikan, Syekh Ahmad Mutamakkin mengikuti rute perjalanan serupa sebelum akhirnya sampai ke Mekah, dengan demikian dapat melaksanakan ibadah Haji.

Rihlah ilmiyah dan jaringan keilmuan Syeikh Ahmad Mutamakkin penting untuk di ungkapkan dalam tulisan ini. Jika benar Ia mengikuti rute gurunya al Singkili dan al Makassari, maka dapat dicatat disini beberapa tempat yang disinggahinya, yaitu Dhuha (Doha) di wilayah Teluk Persia, Yaman, Jeddah, dan akhirnya Mekah dan Madinah. Tetapi, sebelum ke Timur Tengah penting untuk dicatat tentang kemungkinan pertemuan Syeikh Mutamakkin dengan Muhammad Yusuf al Makassari di Banten sekitar 1691 M. Syeikh Al-Makassari di asingkan di Tanjung Harapan pada tahun 1694 M. Kemungkinan ini di dasarkan atas catatan dalam karangan Syeikh al-Mutamakkin yang menyebutkan Tarikat Naqsabandiyyah dan Tarikat Khalwatiyyah yang diasumsikan diinisiasi atau sekedar di perkenalkan oleh Syeikh al-Makassari.

Berkat Syeikh al-Makassari kemudian beliau diperintahkan belajar ke Timur Tengah mengikuti rute yang pernah dilakukan oleh al-Makassari. Dari beberapa tempat dalam rutenya di perkirakan beliau juga belajar beberapa guru dan diinisiasi oleh guru Tarikat yang hidup pada masa itu selain berguru kepada Syeikh Zayn al-Yamani.

Perlu dicatat di sini beberapa murid Syeikh al-Singkili (w. 1693) yang sezaman dan barangkali bertemu dengan Syeikh al-Mutamakkin antara lain Syekh Abdul Muhyi asal Jawa Barat, Syekh Abdul al Malik bin Abdullah (1089-1149/1678-1736) asal Semenanjung Melayu yang di kenal sebagai tokoh pulau Manis dari Trengganu, Syekh Daud al JawiFansuri bin Ismail bin Agha Mustafa bin Agha Ali al-Rumi. Yang terahir ini adalah murid kesayangan Syeikh al-Makassari yang juga sebagai Khalifah utamanya.

Barangkali Syeikh Assingkili-lah yang yang menginisiasi Syeikh al-Mutamakkin ke dalam Tarikat Sattariyyah meski sumber-sumber yang ada tidak memberikan angka tahun pertemuannya, dugaan ini didasarkan atas catatan teks karangan Syeikh al-Mutamakkin yang membicarakan Tarikat Sattariyyah berbahasa Arab Melayu (Jawa Pegon).

Ketika Syeikh al-Mutamakkin sampai di Yaman, Syekh Muhammad Abdul al Baqi al Mizjaji sudah wafat dan diganti oleh anaknya Syekh Zayn bin Muhammad Abdul al Baqi al Mizjaji. Selain Syeikh al-Mutamakkin, Flecer menegaskan, seorang muslim Cina Ma Mingxin juga belajar dengan Syekh Zayn bin Muhammad Abdul al Baqi al Mizjaji (1053-1138H/1643-1726M) dan putranya Abdul al-Khaliq wafat 1740 M.

Begitu juga ketika sampai di Makkah dan Madinah, Syeikh al-Mutamakkin tidak menemui guru-guru Syeikh al-Singkli dan Syeikh al-Makassari karena mereka sudah meninggal dunia. Ia hanya menemui generasi selanjutnya yang dapat dicatat dari kolega-kolega Syeikh al-Singkli dan Syeikh al-Makassari. Karena ada baiknya di sini dikemukakan hubungan antara Syeikh al-Singkli dan Syeikh al-Makassari serta ulama-ulama yang berperan yang hampir sezaman dengan Syeikh al-Mutamakkin agar dapat di ketahui situasi dan interelasi keilmuan pada masa itu.

Jika guru-guru Syeikh al-Makassari antara lain:

Syekh Umar bin Abdullah Basyaiban,Syekh Muhammad bin Abdul Baqi al Naqsabandi,Sayyid Ali al Zabidi,Syekh Muhammad bin al Wajih Al Sa’di al Zamani,Syekh Ahmad al Qussyayi,Syekh Ibrahim al Qurani dan Syekh Hasan al Ajami,Syekh Muhammad al Mazru’ al Madani,Syekh Abdul Karim al Lahuri,Syekh Muhammad Muraz al Sami,Syekh Ayyup bin Ahmad bin Ayyup al Dimasqi a -Khawati (994-1071H/1586-1661 M), maka guru-guru Syeikh al-Mutamakkin adalah generasi berikutnya yang bisa jadi murid-murid dari ulama tersebut atau teman-teman Syeikh al-Makassari. Di banding murid-murid Syeikh al-Makasari lainnya, Syeikh al-Mutamakkin lebih dulu berkiprah karena murid-murid Syeikh al-Makassari hidup dan berkiprah pada abad 18 sedangkan Syeikh al-Mutamakkin hidup pada masa peralihan abad 17 dan 18.

Murid Beliau

Syeh Ahmad Mutamakin memiliki murid-murid besar seperti Kyai /Syekh Ronggo Kusumo, Kyai Mizan, R. Sholeh dan murid-murid lainnya yang tersebar dimana-mana.

Karya dan Jasa Beliau

Karir kehidupan Syeikh Mutamakkin adalah sebagai Ulama Besar dan Budayawan yang telah berjasa banyak dalam menyebarkan Islam di Pantai Utara Pati Jawa Tengah dengan pusatnya Desa Kajen sebagai basis gerakan perjuangan dakwahnya Syeikh Mutamakkin. Bukti-bukti sosiologis dan arkeologis dari dampak gerakan dakwah Syeikh Mutamakkin adalah berkembangnya Islam di wilayah pantai Utara Pati dengan pesat. Mayoritas masyarakat diwilayah ini adalah beragama Islam. Banyak berkembang Podok Pesantren-Pondok pesantren dan Madrasah-madrasah dan majlis taklim sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan Islam.

Selain sebagai tokoh Ulama Besar, Syeikh Mutamakkin dalam pandanganmasyarakat setempat diakui sebagai seorang awliya’. Syeikh Mutamakkin mendapatkan penghormatan dan pemulyaan yang begitu tinggi oleh masyarakat Kajen dan sekitarnya. Setiap tahun di gelar tradisi ḥaul beliau setiap tanggal 9-10 Syuro. Acara ḥaul ini berlangsung selama satu bulan penuh. Segala kegiatan baik yang bersifat religius maupun hiburan kesenian rakyat di pentaskan dalam acara ini. Para pengunjung datang dari berbagai daerah, selain meyaksikan perayaan ḥaulnya Syeikh Mutamakkin juga sekaligus melakukan ziarah di makamnya. Sebagai ciri Ulama besar, maka Syeikh Mutamakkin menghasilkan karya ilmiah yang memuat pikiran-pikiran keagamaannya, yaitu Teks Arsy al-Muwahiddūn, dan kidung sufi al-Mutamakkin. Didalam teks tersebut memuat pikiran-pikiran keagamaan Syeikh Mutamakkin, diantaranya adalah mengenai masalah tauhid atau aqidah, masalah fiqih, dan masalah tasawuf. Namun, keberadaan teks ini adalah lebih dominan muatan mengenai masalah Tasawufnya. Keberadaan teks ini masih disimpan oleh generasi sepuh Syeikh Mutamakkin dan tidak setiap orang dapat mengaksesnya, atau bisa dibilang merupakan teks pusaka.

Perkembangan Ekonomi Masyarakat Kajen

Keberadaan Syeikh Ahmad Mutamakkin di Kajen membawa perubahan terhadap perkembangan sosial ekonomi masyarakat Kajen, perkembangan ekonomi ini akibat dari adanya perkembangan lembaga pendidikan di Kajen. Keberadaan Syeikh Mutamakkin di Kajen ibarat matahari ditengah-tengah Desa Kajen yang menyinari masyarakat Kajen dan sekitarnya dengan cahayanya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator diantaranya adalah adanya pertumbuhan dan perkembangan lembaga pendidikan Islam di Kajen, baik lembaga pendidikan formal maupun non formal. Lembaga pendidikan non formal berupa munculnya Pesantren dimana-mana di setiap sudut Desa Kajen, majlis ta’lim yang menyebar di setiap gang dan perkampungan desa Kajen, dan berdirinya lembaga-lembaga pendidikan Islam formal mulai dari PAUD, TPQ,TK Islam, MI, MTs, MA, SMK, dan Perguruan tinggi Islam. Disamping itu, juga dapat di lihat dari keadaan dan kondisi sosial masyarakat Kajen yang sangat religius, munculnya ulama-ulama dan para santri di Desa ini yang kemudian melanjutkan dakwah Islam di masyarakat Kajen dan sekitarnya, bahkan alumni dari Pesantren Kajen sekarang telah menyebar dari berbagai daerah di tanah air.

Dari perkembangan Pesantren dan madrasah, dan majlis taʽlim di Kajen telah membawa perubahan bentuk masyarakat Kajen yang lebih pas disebut suatu komunitas masyarakat muslim. Hal ini membawa dampak perubahan terhadap ekonomi masyarakat, dari banyaknya siswa dan santri yang menuntut ilmu di Kajen maka membawa lapangan kerja baru bagi masyarakat Kajen, banyak masyarakat Kajen, oleh karena itu sebagian masyarakat Kajen menggantungkan hidupnya dengan berprofesi sebagai pedagang, sebagian lagi menjadi guru Madrasah, guru sekolah dan menjadi ustad yang memberikan ceramah kemana-mana atau menjadi seorang Kyai yang memberikan pengajaran di Pesantren-pesantren. Dan sebagian lagi masyarakatnya membuka toko-toko pakian muslim, toko teks, toko buku, toko minyak wangi, warung makanan dan minuman, dan toko-toko yang menyediakan segala kebutuhan dan pernak-pernik para santri dan santriwati. Di sepanjang jalan masuk makam Syeikh Mutamakkin di Desa Kajen adalah berderet toko-toko yang menjual perlengkapan para santri dan keperluan para peziarah yang datang, warung-warung makanan dan minuman buka sampai 24 jam. Hal ini memudahkan bagi para peziarah dan santri yang ingin menikmati suasana Desa Kajen setelah melakukan ziarah di makam Syeikh Mutamakkin.

Makam Syeikh Mutamakkin selalu ramai di kunjungi para peziarah. Banyak para santri yang melakukan muthala’ah teks di sana, sebagian lagi menghafal al-Qur’an di lokasi makam sehingga para penjual makanan dan minuman selalu ramai dikunjungi para santri dan para peziarah. Lebih-lebih pada waktu peringatan ḥaul Syeikh Mutamakkin, para pedagang muncul disetiap jalan dan sudut Desa Kajen, Desa Ngemplak, Desa Buluimanis, Desa Sekarjalak,hingga Desa Waturoyo. Keadaan yang demikian ini membawa keuntungan dan keberkahan tersendiri bagi para pedagang karena acara ḥaul Syeikh Mutamakkin ini berlangsung selama sebulan dan dihadiri puluhan ribu pengunjung. Prosesi ini acara ḥaul ini kemudian di lanjutkan dengan acara ḥaul Raden KH. Ronggokusumo yang terletak di desa Kajen dan sekaligus merupakan murid dan kemenakan Syeikh Ahmad Mutamakkin.

Kisah Beliau

Keterhubungan dengan Kajen

Menurut pengamatan dari para sesepuh dan cerita yang kini masih beredar di masyarakat setempat, konon pada zaman dahulu yang termasuk orang pertama di Desa Kajen sebelum Syeikh Ahmad Mutamakkin ialah KH. Shamsuddin, kemudian KH. Shamsuddin mempercayakan serta menyerahkan Desa Kajen kepada Syeikh Ahmad Mutamakkin. Setelah mendapatkan kepercayaan tersebut, akhirnya beliau berkenan Hijrah dan menetap di Desa Kajen. Sebagaimana cerita Kyai Telingsing yang menyerahkan dan mempercayakan Kota Kudus kepada Sunan Kudus. Dari peristiwa inilah kemudian Desa itu di namakan Kajen, berawal dari istilah Kaji Ijen (istilah Jawa).

Perlu di tambahkan disini, bahwa bekas kediaman KH. Shamsuddin terletak di sebelah utara perguruan Mathaliul Falah mengarah ke timur dan sampai sekarang periginya (sumur) masih terawat dengan baik. Adapun makamnya terletak di sebelah Barat makam Syeikh Ahmad Mutamakkin atau tepatnya di sebelah selatan Telaga.

Kemungkinan tempat tinggal KH. Shamsuddin berada di sebelah utara Madrasah Mathaliul Falah adalah ada benarnya, karena dapat di temukan sisa-sisa peninggalan KH. Shamsuddin berupa sumur tua yang sampai sekarang masih terawat dengan baik. Sumur tua itu sekarang di rawat oleh juru kunci sumur Mbah Shamsuddin.

Disumur tua ini dapat di jumpai para peziarah yang melakukan mandi dan mengambil air dari sumur bekas peninggalan Mbah Shamsuddin, sumur tua ini di yakini oleh masyarakat setempat dan sekitarnya terkandung berkah dan karomah tertentu yang dapat digunakan untuk mengobati suatu penyakit, khususnya bagi orang yang terkena santet, teluh, tenung, leak, guna-guna dan berbagai jenis sihir lainnya, disamping itu juga untuk suatu hajat tertentu.

Bukti-bukti arkeologi keberadaan Mbah Shamsuddin ini adalah dengan adanya makam beliau yang terletak di sebelah selatan Makam Sheikh Ahmad Mutamakkin dan adanya peninggalan sumur yang diyakini keramat oleh sebagian masyarakat yang terletak di sebelah utara Madrasah Mathaliul Falah. Sumur ini menurut penuturan masyarakat setempat adalah sumur petilasan (peninggalan) Mbah Shamsuddin, sumur ini sekarang di jaga oleh juru kunci. Di sumur ini setiap hari banyak di jumpai para pengunjung yang mengambil air dan mandi disini untuk berbagai keperluan diantaranya untuk keperluan berobat khususnya bagi orang-orang yang terkena tenung, santet, dan segala jenis sihir lainnya, serta untuk berbagai keperluan lainnya.

Perekat Jaringan Sejarah Ulama

Sebagaimana diketahui bahwa ulama utama yang terdapat pada jaringan ulama abad-17 dan ke-18 adalah Syekh Ibrahim al Qurani (1614-1690 M) yang merupakan murid dariSyekh al Qusyayi. Kenyataan bahwa Syeikh al-Qurani memiliki posisi sangat penting dalam perkembangan jaringan ulama lebih lanjut, terlihat tidak hanya melalui jumlah murid-muridnya tetapi juga melalui karya-karya yang cukup banyak. Dia merupakan titik bersama bagi terbentuknya garis-garis hubungan ulama-ulama pada abad ke-17 dan ke-18, bahkan beliau dipilih sebagai Mujaddid abad-17.

Diantara murid-murid Syeikh al-Qurani terdapat beberapa orang yang memainkan peranan penting dalam melanjutkan jaringan ulama setelahnya. Di tangan Syekh Ahmad al Nakili, Tarikat Naqsabandiyyah lebih diterima masyarakat Arab. Syekh al Nakili berperan besar juga dalam memperkuat hubungan masyarakat Muhaddist dengan kaum sufi. Dia juga memiliki sisilsilah Tarikat Naqsabandiyyah dan Tarikat Sattariyyah dari Sayyid Mirr Kalal bin Mahmud al Balki.

Dalam perjalanan intelektualnya yang tercatat dalam karyanya Bughyat al-Thalibin, Syekh al Nakili menyebut beberapa ilmu yang diperolehnya dan tarikat-tarikat yang diinisiasikan padanya yaitu Tarikat Shadhiliyyah, Tarikat Nawawiyyah, Tarikat Qadiriyyah, Tarikat Naqsabandiyyah, Tarikat Sattariyyah dan Tarikat Khalwatiyyah. Jadi, sebagaimana di katakan oleh Murtadho al Zabidi, Syekh al Nakili menghubungkan banyak ulama melalui studi Haditsnya.

Ulama lain yang berpengaruh pada pergantian abad ke-17 dan ke-18 adalah Syekh Hasan bin Ali bin Muhammad bin Umar al Ajami (w di Thaif pada 1702). Keterlibatan sepenuhnya dalam jaringan Syekh Hasan al Ajami mempunyai pengetahuan menyeluruh dalam ilmu-ilmu keislaman. Dia termasyhur sebagai faqih, muhadits, sufi dansejarawan. Dia menjadi titik temu berbagai studi hadits Syiria, Mesir, Magrib, Hijaz, Yaman dan anak benua India.

Tidak mengherankan, seperti pendapat al-Katani, bahwa murid-murid di Haramain tidak sempurna dalam studi Hadits sebelum belajar dan menerima Hadits darinya. Mereka memadati halaqahnya di dekat bab al-Wada’ dan bab Umm Hani, masjidil haram Mekah. Hasilnya isnad dan periwayatan hadits dari Syekh Hasan al Ajami luar biasa luas.

Alim selanjutnya yang pantas disebutkan di sini adalah [[Syekh Barzanji | Syekh Muhammad bin Abdul al Rasul al Barjan. Setelah belajar di Mesir, Syekh Barzanji kembali ke Haramain dan kemudian menetap di Madinah di mana dia wafat pada 1692 M. Dia juga terkenal sebagai muhaddits, faqih, dan Syekh Tarikat Qadiriyyah yang mengabdikan diri pada penulisan dan pengajaran.

Alim penting yang perlu di kemukakan adalah Syekh Abdullah bin Salim bin Muhammad Salim bin Isa al Basri al Makki yang wafat di Mekkah pada 1722 M. Seperti terlihat dalam karyanya teks al-Imdad bi Ma’rifah Ulum al-Isnad, pendidikannya sangat lengkap menuntut ilmu dari banyak ulama.

Meski Syekh al Basri ahli dalam hampir ilmu-ilmu keislaman, dia terutama terkenal muhaddits besar bahkan dia dijuluki Amir al-Mu’minin fi al-Hadits. Melalui teks fi al-Imdad, dia memberikan sumbangan yang signifikan dalam studi hadits antara lain memberikan nama ulama yang termasuk dalam isnad superior. Tetapi seperti ulama terkemuka lainSyeikh al Basri juga merupakan sufi terpandang. Dia adalah Syeikh beberapa tarikat seperti Naqsabandiyyah, Shadhiliyyah dan Nawawiyyah. Di antara muridnya adalah Syekh Ala’ Aldin bin Abdul al Baqi al Mizjaji al Zabidi, Syekh Abu Thahir al Qurani, Syekh Muhammmad Hayyat al Sindi dan Syekh Muhammad bin Abdul Wahab yang seluruhya merupakan komponen-komponen utama jaringan ulama abad 18.

Alim terahir adalah Syekh Abu Tahir bin Ibrahim al Qurani (1081-1145H/1670-1733M). Ia lahir dan wafat di Madinah. Guru-guru utamanya adalah ayahnya sendiri Syekh Sulaiman al Magribi, Syekh al Ajami, Syekh al Barjanji, Syekh al Basri dan Syekh al Nakili. Abu Thahir terutama dikenal sebagai Muhaddits, tetapi beliau adalah faqih dan sufi. Dalam berbagai karyanya terlihat upaya menafsirkan kembali doktrin-doktrin Ibnu Arabi dan memiliki keahlian dalam mistisisme filosofis.

Ulama-ulama tersebut selain tokoh sufi juga dikenal sebagai muhaddits yang dapat di percaya, ini menunjukkan bahwa neosufisme telah makin kuat dan menemukan bentuknya pada dekade ini. Nampaknya, para ulama Haramain menyadari semakin pentingnya jalan essoteris (haqiqat) akibat tarikat-tarikat yang dibawa, misalnya oleh ulama-ulama dari India menghasilkan interaksi, rapprocement dan interaksi lebih inten diantara ulama sufi dengan ulama fiqih yang menekankan jalan eksoteris (Syari’ah).

Syekh Abdul Khaliq al Mizjaji putra Syekh Zayn al Mizjaji nampaknya meninggal dunia hampir sezaman dengan Syekh al Mutamakkin yaitu sekitar 1740 M. Ulama-ulama pergantian tersebut bisa jadi kemungkinan karena tak ada data yang mengemukakannya, tetapi setidaknya dapat memberikan gambaran situasi jaringan ulama yang melingkupinya.

Dengan demikian kiprah Syeikh al-Mutamakkin juga termasuk dalam karakteristik neosufisme. Ini diperkuat dengan catatan yang banyak mengutip Hadits-Hadits dalam menjelaskan paham keagamaannya. Sementara dilihat dari gelarnya yaitu al-Mutamakkin tingkat kedudukan seorang yang utama, kokoh dalam pendirian dan kuat memegang kebenaran seolah dia diyakini atau diteguhkan sebagai wali, pemimpin para wali di dunia yang dalam thabaqat wali disebut Wali Quthub.

Syeikh al-Mutamakkin melakukan praktek tasawuf falsafi dan tasawuf sunni dalam satu tindakan tasawuf amaly. Ia juga mendialektikan dengan tradisi lokal. Pekerjaan yang sungguh berat memang, akan tetapi bentuk upaya Syeikh al-Mutamakkin menjernihkan Islam Jawa dengan kebenaran Tauhid. Mereka yang tidak memahami secara langsung pemikiran dan paham keagamaanya tentu akan mudah menuduh yang bukan-bukan. Dan inilah yang termasuk menjadi polemik sebagaimana tergambarkan dalam serat Cebolek. Alfatihah

Sumber:

Buku Keraton Surakarta, 2008, penulis Purwadi dan Joko Dwiyanto*) Penulis buku Kisah Perjuangan, H.M. Imam Sanusi**) Azzumardi Azra dalam Jaringan Ulama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar